Safety Culture Series: Level Reaktif Budaya K3 di lingkungan Pabrik Kue Beku dan Kue Kering

Ciri-ciri Level Reaktif:

  • Sistem akan berjalan setelah terjadi masalah atau kecelakaan kerja sebelumnya
  • Fokus terhadap masalah atau kecelakaan kerja
  • Blame culture atau budaya saling menyalahkan
  • Investigasi kecelakaan hanya fokus terhadap kesalahan manusia
  • Investigasi kecelakaan dengan analisis yang masih terbatas
  • Kejadian near miss mulai diperhatikan
  • Sudah ada pelatihan pekerja, namun tidak rutin
  • Komunikasi K3 mulai terbentuk
  • Kepatuhan terhadap aturan masih rendah
  • Identifikasi bahaya, penilaian risiko, dan pengendaliannya masih bersifat reaktif
  • Penerapan alat pelindung diri (APD) untuk mengurangi dampak paparan
  • Kebersihan kerja dan pemeriksaan kesehatan pekerja masih bersifat reaktif
  • Audit baru dilakukan jika ada masalah atau untuk tujuan tertentu saja.

Safety Culture Series: Level Reaktif Budaya K3 di lingkungan Pabrik Kue Beku dan Kue Kering

Level Reaktif Budaya K3. Sistem akan berjalan setelah terjadi masalah atau kecelakaan kerja sebelumnya Fokus terhadap masalah atau kecelakaan kerja Blame culture atau budaya saling menyalahkan Investigasi kecelakaan hanya fokus terhadap kesalahan manusia Investigasi kecelakaan dengan analisis yang masih terbatas Kejadian near miss mulai diperhatikan Sudah ada pelatihan pekerja, namun tidak rutin Komunikasi K3 mulai terbentuk Kepatuhan terhadap aturan masih rendah Identifikasi bahaya, penilaian risiko, dan pengendaliannya masih bersifat reaktif Penerapan alat pelindung diri (APD) untuk mengurangi dampak paparan Kebersihan kerja dan pemeriksaan kesehatan pekerja masih bersifat reaktif Audit baru dilakukan jika ada masalah atau untuk tujuan tertentu saja.

Dalam konteks budaya K3, level reaktif menunjukkan bahwa ada masalah struktural, perilaku, atau sikap di tempat kerja yang berisafat reaktif setelah terjadi suatu insiden atau karena hanya untuk pemenuhan peraturan saja

  1. Organisasi mulai menganggap serius keselamatan, tetapi tindakan diambil hanya setelah insiden; kami serius, tapi mengapa mereka tidak melakukan apa yang diperintahkan? Sehingga diskusi tanpa akhir untuk  mengklasifikasikan ulang kecelakaan. Keselamatan adalah agenda utama setelah kecelakaan
  2. Organisasi ini menganggap keselamatan sebagai hal yang penting dan mencari perbaikan terhadap kecelakaan dan insiden setelah hal itu terjadi.
  3. Menyalahkan masih merupakan komponen yang kuat. Kesalahan tidak dipahami tetapi pembelajaran dimulai.
  4. Manajemen menuntut data mengenai kegagalan HSE namun tetap meminta pertanggungjawaban tenaga kerja atas kegagalan tersebut.
  5. Informasi hanya bersifat top down. Manajemen bereaksi berlebihan di mata tenaga kerja.
  6. Perusahaan menetapkan persyaratan hukum tetapi perbaikan hanya terjadi setelah inspeksi Peraturan.